Penulis bergaul dengan berbagai macam orang, dengan beragam jenis profesi juga. Pernah penulis tinggal sekamar dengan pengguna narkotika jenis sabu-sabu. Ia memperlihatkan alat yang dirakitnya sendiri, dari botol minuman plastik merk Aqua, untuk mengisap sabu. Tak lupa ia menawarkan pada penulis untuk mencoba, namun penulis tidak berminat.
Di lain waktu, ia terlihat sedang membongkar bungkusan sabu yang ia beli, dan memisahkan nya jadi dua bungkus, katanya untuk di jual ulang. Tak lama kemudian, ada orang yang menelpon nya, dan ia bergegas segera pergi. Ia mengaku, si penelpon adalah si pembeli yang sudah menunggunya di suatu tempat, untuk transaksi.
Karena ia sekamar dengan penulis, penulis sering meminjam ponselnya, yang bermerk iPhone. Di bagian percakapan BBM, ada chat nya bersama dengan seorang mahasiswi. Mahasiswi itu ingin membeli sabu-sabu kepada nya, namun kekurangan uang, dan sedang menunggu uang tambahan dari pacarnya, yang tentu saja juga pemakai sabu-sabu. Pasangan yang hebat, membeli narkotika untuk dipakai berdua.
Penulis pernah bertanya kepada si teman, mengapa ia memakai sabu. Katanya, bikin happy, rasanya pede meningkat drastis, dan tidak malu-malu atau minder. Bahkan ia mengaku. jika ia maju presentasi di kampusnya, ia sangat semangat dan bisa menjelaskan semua materi dengan detil tanpa kena 'demam panggung'.
Selain itu, jika pakai sabu, tidak makan dan tidak tidur berhari-hari pun tidak masalah, katanya. Tidak lapar, tidak mengantuk, dan tidak ingin diam, rasanya ingin terus bergerak. Itu kesaksian langsung dari pengguna sabu-sabu yang penulis dapatkan.
Tapi yang sebenarnya, apa yang terjadi pada otak ketika seseorang mengomsumsi sabu-sabu ?
Dokter kesehatan jiwa, dr. Andri, SpKJ, FAPM menjelaskan, zat golongan amfetamin atau metamfetamin seperti sabu-sabu dan pil ekstasi bisa membuat hormon serotonin dan dopamin melonjak berkali-kali lipat dari biasanya.
"Hal ini yang membuat pengguna stimulan merasakan rasa nyaman dan gembira luar biasa," jelas Andri.
Orang yang konsumsi sabu-sabu akan merasa lebih percaya diri. Namun, efek menyenangkan itu hanya terjadi sesaat. Efek yang sebenarnya terjadi adalah kerusakan kesimbangan sistem di otak. Mereka yang konsumsi sabu bisa menjadi lebih sulit mengendalikan stres.
Andri mengungkapkan, penggunaan sabu dalam jangka panjang bisa menimbulkan efek gangguan kecemasan di kemudian hari. Efek tersebut bahkan muncul setelah sudah tak lagi konsumsi sabu.
Beberapa kali Andri mendapati pasien dengan gangguan kecemasan yang ternyata sebelumnya memiliki riwayat konsumsi sabu maupun ekstasi.
Gejala kecemasan bisa berupa jantung berdebar tiba-tiba, sesak napas, hingga perasaan melayang. Hal itu terjadi karena sudah rusaknya keseimbangan sistem hormon serotonin dan dopamin di otak.
Efek lain juga bisa muncul gejala psikotik, seperti ide-ide paranoid. Mereka bahkan jadi rentan depresi.